Epidemiologist

Epidemiologist
Epidemiologists help with study design, collection and statistical analysis of data, and interpretation and dissemination of results (including peer review and occasional systematic review). Epidemiology has helped develop methodology used in clinical research, public health studies and, to a lesser extent, basic research in the biological sciences

Senin, 18 November 2013

RESISTANSI TERHADAP OBAT

Apa Resistansi Itu?
HIV dianggap ‘resistan (kebal)’ terhadap obat antiretroviral (ARV) tertentu bila virus itu terus menggandakan diri (bereplikasi) walaupun kita memakai obat tersebut. Waktu HIV bereplikasi, sering kali hasilnya tidak persis sama dengan aslinya – ada sedikit perubahan. Sebagian virus yang dibuat ini, yang disebut mutan, dapat menyebabkan resistansi. Tipe virus yang ‘liar’ adalah bentuk HIV yang paling umum. Virus yang berbeda dari tipe liar dianggap mutan.
ARV tidak mampu mengendalikan virus yang resistan terhadapnya. Virus yang resistan dapat kebal terhadap obat tersebut. Jika kita tetap memakai obat itu, virus yang resistan akan bereplikasi lebih cepat dibanding virus liar. Ini disebut ‘tekanan pilihan’, dengan akibat virus yang resistan akan berkuasa.
Bila kita berhenti memakai ARV, tidak ada tekanan pilihan. Virus tipe liar (asli) akan bereplikasi lebih cepat dibanding virus yang resistan. Namun virus yang resistan masih tersembunyi dalam sel di luar aliran darah, misalnya di kelenjar getah bening, dan akan cepat muncul kembali jika kita mulai kembali memakai obat yang sama.
Tes resistansi membantu dokter untuk memberi informasi tepat pada pasien agar pasien dapat mengambil keputusan terbaik tentang pengobatan.
Bagaimana Resistansi Berkembang?
HIV biasanya menjadi resistan waktu virus tidak dikendali secara keseluruhan oleh obat yang kita pakai. Namun, bisa jadi kita tertular dengan HIV yang sudah resistan terhadap satu atau lebih ARV.
Semakin cepat HIV bereplikasi, semakin banyak mutan muncul. Mutasi terjadi secara tidak sengaja. HIV tidak ‘mengetahui’ mutasi mana yang akan kebal terhadap obat.
HIV dapat menjadi resistan terhadap beberapa jenis obat akibat hanya satu mutasi. Ini benar dengan 3TC dan obat golongan NNRTI. Dari sisi lain, untuk mengembangkan resistansi pada beberapa obat lain, termasuk kebanyakan obat golongan protease inhibitor (PI), HIV harus melalui serangkaian mutasi.
Cara terbaik untuk mencegah resistansi adalah untuk mengendalikan HIV dengan memakai ARV yang manjur. Bila kita melupakan dosis obat, HIV akan lebih mudah bereplikasi. Makin banyak mutan akan muncul. Beberapa di antaranya dapat menyebabkan resistansi.
Bila kita harus berhenti memakai ARV apa pun, bicara dengan dokter. Kita mungkin harus berhenti memakai satu jenis obat sebelum berhenti yang lain. Jika kita berhenti memakai ARV dengan cara yang benar waktu virus dikendalikan, kemungkinan kita dapat mulai memakainya lagi kemudian tanpa masalah.
Cara Resistansi Dipastikan
Ada tiga cara untuk mengetahui bahwa resistansi sudah muncul:
  • Cara klinis: Mengamati tanda/gejala bahwa HIV tetap menggandakan diri dalam tubuh kita walaupun kita memakai ARV.
  • Cara fenotipe: Melihat apakah HIV tetap menggandakan diri dalam tabung reaksi setelah ARV diberikan.
  • Cara genotipe: Mencari kode genetik HIV mempunyai mutasi yang terkait dengan resistansi terhadap obat.
Resistansi klinis dapat dilihat dalam peningkatan pada viral load, penurunan jumlah CD4, berat badan menurun, dan kejadian baru atau kambuhan infeksi oportunistik. Tes laboratorium dibutuhkan untuk mengukur resistansi fenotipe dan genotipe.
Tes Resistansi
Ada tiga jenis tes resistansi:
  • Tes fenotipe: Contoh HIV dibiakkan dalam laboratorium. Kemudian satu jenis ARV diberikan. Kecepatan pertumbuhan virus dibandingkan dengan virus liar. Jika HIV dalam contoh bereplikasi lebih cepat, maka virus tersebut dianggap resistan pada obat yang bersangkutan. Tes fenotipe lebih terpilih untuk orang dengan resistansi yang diketahui atau dicurigai, terutama terhadap PI.
  • Tes genotipe: Kode genetik virus dalam contoh dibaca untuk menentukan apakah ada mutasi tertentu yang diketahui menimbulkan resistansi terhadap ARV apa pun. Tes genotipe lebih terpilih untuk orang yang mengalami masalah dengan rejimen terapi ARV (ART) lini pertama atau kedua.
  • Tes fenotipe virtual: Sebetulnya tes ini adalah cara menafsirkan hasil tes genotipe. Tes ini lebih cepat dan murah dibandingkan tes fenotipe.
Resistansi Silang
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat, virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau golongan obat lain. Misalnya, sebagian besar HIV yang resistan terhadap efavirenz (sejenis NNRTI) juga resistan terhadap nevirapine (sejenis NNRTI lain) dan sebaliknya.
Resistansi silang adalah penting bila kita harus mengganti ARV akibat kegagalan terapi karena resistansi. Kita harus memilih obat baru yang tidak resistan silang dengan obat yang kita pernah pakai.
Ilmuwan belum sepenuhnya memahami resistansi silang. Namun banyak jenis ARV sedikitnya sebagian resistan silang. Sebagaimana HIV mengembangkan lebih banyak mutasi, virus menjadi lebih sulit dikendalikan. Pakai semua dosis ARV persis sesuai dengan anjuran. Ini mengurangi risiko resistansi dan resistansi silang, dan juga mencadangkan lebih banyak pilihan jika kita harus menggantikan ARV pada masa depan.
Masalah dengan Tes Resistansi
Tes resistansi belum tersedia di Indonesia. Harganya di negara maju masih sangat mahal.
Tes ini kurang mampu mendeteksi mutan minoritas (di bawah 20% dari virus keseluruhan). Juga, tes resistansi lebih mampu bila viral load lumayan tinggi. Bila viral load kita sangat rendah, tes mungkin tidak berhasil. Tes biasanya tidak dapat dilakukan bila viral load kita di bawah 500-1.000.
Hasil tes resistansi dapat sulit ditafsirkan. Kadang kala hasil tes tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Obat yang menurut tes seharusnya berhasil ternyata tidak, dan sebaliknya. Kadang-kadang tes fenotipe dan genotipe memberi hasil yang bertentangan. Beberapa mutasi dapat mengurangi keganasan HIV atau menyebabkan HIV menjadi lebih rentan terhadap obat tertentu lain.
Penelitian baru-baru ini memberi kesan bahwa tes resistansi genotipe sebaiknya dilakukan pada semua pasien sebelum mereka mulai ART. Hal ini dapat menghemat biaya karena pasien tidak diberi obat yang tidak efektif akibat virusnya sudah resistan terhadap obat tersebut.
Tes resistansi tidak dibutuhkan untuk memastikan apakah ART kita gagal; kegagalan lebih baik dipastikan dengan tes viral load (lihat Lembaran Informasi 125). Tes resistansi mungkin bermanfaat untuk memastikan rejimen terbaik untuk mengganti rejimen yang diketahui gagal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar